Monday, November 10, 2008

Singing Analytically: Love VS Justice (Part 2)

(to see the first part of this entry, click part 1)

Reason-to-Believe
I know that everything sound hypothetical without valid supports so let me build my case. Does the tragedy in Eden come to mind? A would-be Cinderella story had they obey God's command to stay away from the tree. Or the Israelite's unnecessary 40 years journey rounding the dessert had they obey God's command to be faithful? There are myriad of examples from both the Old and New Testament that strongly prove my point, nonetheless, I will deliver my final blow with these verses from the book of Haggai.

Disobedience
  • The process of rebuilding the House of the Lord was abandoned by the people
  • Instead, they were too preoccupied in accumulating wealth and building their own house.
  • Consequences: God blew their wealth away, their hard labor and toil were fruitless. 
"Give careful thought to your ways. You have planted much, but have harvested little. You eat, but never enough. You drink, but never have your fill. You put on clothes, but are not warm. You earn wages, only to put them in a purse with holes in it." - Haggai 1:5-6
  • Why? Because they disobeyed God's command to rebuild His House.
"What you brought home, I blew away. Why? Because of my house, which remains a ruin, while each of you is busy with his own house." - Haggai 1:9

Obedience
  • Once they realized their misdeeds and started to rebuild the House of the Lord, their future is, once again, reassured.
"From this day on I will bless you." - Haggai 2:19
  • Simple interpretation can be deduced: There is a strong correlation between (1) obedience and reward and (2) disobedience and punishment

So-What?
I'm not saying that we can earn God's love by obeying him. No, and I reiterate, God loved us first regardless of our deeds. But, there is another spectrum to God's nature: justice. When humans have gone wayward, God's love translate into a mean to bring us back. And most of the time, it involves pain.

That said, let's interpret the song in that light. Although it is true that God cannot repudiate his loving nature even when we "ignore the hand that fed me (us), or if "we forget to confess", that fact should not lead us to think that we can continue to indulge in our sinful nature. Beware that sins and God's discipline go in tandem and although God's reservoir for forgiveness is boundless, so does His punishments. 

11 comments:

Johannes Setiabudi said...

God's discipline should also be seen as "grace". We in fact do not deserve God's discipline. The fact that God still love us regardless and willing to discipline us - it is purely because of His loving kindness, apart from our merit.

Keadilan Tuhan terhadap dosa sudah dipenuhi sepenuh nya di kematian Kristus di kayu salib (Col 2:13, 14). Dengan mengatakan kalau Tuhan masih menghukum kita oleh karena dosa kita adalah sama dengan mengatakan kalau pembayaran Kristus di kayu salib tidaklah cukup.

Kalau begitu, bagaimana kita melihat konsep disiplin? Seharusnya sama seperti lain nya - yaitu dari kacamata kasih karunia/grace. Apa yang kita deserve dari disobedience kita adalah maut (Rom 6:23) - tidak kurang dan tidak lebih. Tapi the fact kalau akhirnya Tuhan masih mau persuade kita melalui training dan disiplin untuk menjadi lebih seperti Dia (Col 2:6, 7).

Jadi apa akibatnya kalau kita disobey/bandel/etc? Akibatnya adalah bukan Tuhan menghukum kita - tapi kita sendiri yang akan miss out dari apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui diri kita dan di dalam diri kita. Look at the concept of discipline in Heb 12.

Bagaimana dengan Old Testament? Gue coba jawab di next post/comment - I need to reboot.

Johannes Setiabudi said...

Untuk Old Testament, kita harus inget kalau di OT mereka melihat ke masa depan ke kedatangan dan kematian Kristus - dibanding kita di NT yang melihat ke masa lalu.

Yang kedua, hukum taurat dan hukum sipil bangsa Israel itu juga ada tujuannya. Since ada law, makanya ada hukuman. Ini sebab nya di OT taurat ataupun hukum sipil Israel itu sangat dijunjung tinggi dan harus ditaati - sebab semua hukum itu ultimately menuju/points to the coming, death, and the redemptive act of Christ (Gal 3)

Jadi, begitu Kristus sudah datang, bagaimana perspektif kita terhadap hukum/law? Kita seharus nya melihat semua itu sebagai "tutor", pembimbing ke repentance (Gal 3:24 - or read the entire book of Galatians).

Kalau kita mengaplikasikan prinsip2 hukum OT di jaman NT, kita akan salah. Inilah yang dialami oleh jemaat2 dari buku Ibrani - yaitu mereka hold-on to OT & law prinsip dibanding hidup dalam NT grace.

Alkitab juga menjelaskan kalau kita ini "patuh" atau "taat" karena supaya dapet blessing atau takut dihukum, itu juga practically wrong. Karena kita mempunyai perspective yang salah soal Tuhan kita.

Gerry C Joeng said...

Waduh, panjang komennya yah. hehe.

hmmm, bingung gmn mulainya, ok. Mungkin kita bisa list bbrp hal yang kita agree on dulu.
1. Kita diselamatkan karena grace (efesus 2:8-9)
2. semua yang Tuhan lakukan adalah demi kebaikan kita. (Jer 29:11)
3. Tuhan itu kasih dan adil. Dia kasih karena dia uda ngorbanin anaknya, dia juga adil karena alasan yang sama. kejatuhan manusia harus dibayar dengan kematian Yesus.
4. Law di OT tidak menyelamatkan, tapi sebagai pembimbing kalau kita bersalah. Tanpa hukum, kita ga tau kapan kita salah. kalau kita ga tau kita salah, kita ga akan sadar betapa jahat dan betapa butuhnya kita akan pengampunan Tuhan
5. Semua orang percaya harus patuh kepada Tuhan. (John 14:23-24) Tapi karena kita berdosa, kita ga akan sempurna mematuhi Tuhan, kita akan jatuh dan Tuhan akan selalu mengampuni (1 John 1:9)
6. Dan karena Tuhan tau kita akan selalu jatuh, dia juga akan selalu balikin kita ke jalan yang bner, dengan apapun caranya (cerita yunus)
7. orang yang mengaku sayang Tuhan tapi tidak melakukan perintahnya, adalah penipu (1John 2:4-6)

Nah, pendapat gua sh seperti ini. Hukuman Tuhan itu dilihat sebagai bentuk disiplin (hebrew 12). Tuhan itu kasih seperti orang tua kita. orang tua mana yang ga hukum anaknya kalau dia bandel. dia bakal bimbing kita balik, mendisplinkan. Carany? terserah dia, bisa dosisny gede atau kecil, tapi semuanya dalam bentuk displin yang esensinya itu kasih. Kalau tuhan ga displin kita, dia malah jahat karena biarin kita jatuh terus.

Point gua itu, saat Tuhan melihat kita uda semakin jauh dan ga mentaati perintah dia, besar kemungkinan dia akan mendisiplin kita. Dengan harapan, kita bisa sadar dan reflect lagi dan ngelihat kalo ternyata kita ud menyimpang. tanpa tegoran, ga ada penyesalan.

Jadi, masalah kita atau suffering kita itu bisa dilihat sebagai salah satu cara Tuhan untuk mengkoreksi kita. dan tugas kita adalah juga melihatnya seperti itu dan berpikir apa yang Tuhan mau sampaikan lewat masalah ini. Seringkali jawabannya adalah, karena kita sudah menyimpang dari perintahnya.

Makanya gua menyimpulkan, besar korelasi antara disobedience dengan God's discipline. pada saat kita ga disiplin itu lah, Tuhan ikut campur untuk mengembalikan kita ke rancangan damai sejahteranya.

Jadi, apakah Tuhan menghukum? menurut gua pada esensinya iya. hukuman adalah untuk mendisiplin, dan biasanya dari hukumanlah kita belajar paling banyak. (Hebrew 12:5-6)

Aduh, kayanya uda panjang. lanjut lagi di komen berikutnya.

Gerry C Joeng said...

Lanjutt.

Tujuan gua menulis ini juga supaya kita ga punya perspeksi yang salah kalau kita bisa seenak jidat sama Tuhan. Kalau kita sudah under grace, kita bisa berbuat apa aja yang kita mau.

Galatians 5:13-15
Betul kita sudah diselamatkan dan free, tapi freedom kita adalah freedom di dalam Tuhan. lepas dari belenggu maut dan hukum, masuk ke dalam freedom tuhan yang berbasiskan kasih. Tapi, apakah kita bisa menyalahgunakan kebebasan itu, tidak (1Pet 2:16). kebebasan bukanlah tiket pass untuk ngelakuin segalanya, tapi kebebasan untuk serve orang lain

Selanjutnya, mungkin ini kurang nyambung karena konteksnya berbicara soal believe n non-believer. tapi, Tuhan tidak bisa dipermainkan (Gal 6:7). Kalau kita sengaja (di-bold) berdosa dan enjoy ato indulge di sinful nature itu, kita akan menuai apa yang kita tabur (ayat 8). Hukum alam bisa berjalan (kita ga hati2, kita jatuh pas jalan = kita ga taat, kita sendiri yang miss rencana Tuhan). atau, Tuhan yang turun tangan buat ngembaliin kita lagi.

Dan gua mau coba menarik konsep itu lebih panjang, kalau kita ga punya rasa "takut akan Tuhan" ato "the fear of the lord" (yang implikasinya itu kita menganggap enteng perintah Tuhan), verbs itu pun bisa jadi applicable ke kita.

mungkin topik "Takut akan Tuhan" harus coba kita bahas ato discuss lebih dalam, supaya sama2 punya definisi yang sejalan.

Hmm, apalagi yah, kayanya banyak harusnya. Hmmm, ntar lanjut lagi d klo ada,hehe. silahkan dikomen juga, kalo mgkn kurang cocok di blog, sapa tau yang tertarik bisa kita ngomong diskusi bareng.

Johannes Setiabudi said...

Cong, emang bener kalau Tuhan itu mendisiplinkan. Tapi displin Tuhan itu harus dilihat sebagai "grace" - bukan gara2 hukuman.

Kalau Tuhan itu masih menghukum kesalahan kita atau ketidaknurutan kita, itu artinya hukuman yang dipikul Kristus di kayu saling artinya ngga cukup. Which is wrong - His redemption is complete.

Again, gue setuju kalau Tuhan itu mempunyai konsep disiplin dan akan mendisiplinkan kita. Tapi kalau itu dilihat sebagai hukuman, itu adalah perspektif yang salah - kalau begitu kita masih "under law". Tapi sewaktu "under grace" - disiplin bukanlah lagi hukuman, tapi merupakan upaya Allah untuk bekerja sama dengan kita dalam grace untuk menjadikan kita semakin seperti Kristus. Again, konteks di Heb 12 yang elu kutip adalah "Let us fix our eyes on Jesus, the author and perfecter of our faith" - v.2. dan juga ayat 7 "Endure hardship as discipline; God is treating you as sons" and again di v. 10 "God disciplines us for our good, that we may share in his holiness". Kesimpulannya adalah bahwa discipline itu adalah upaya kerja Allah untuk membantu kita menjadi seperti Yesus - BUKAN suatu bentuk hukuman. Hukuman yang kita deserve sewaktu kita disobey adalah MAUT (Romans 6:23 "For the wages of sin is death").

Johannes Setiabudi said...

Soal berbuat seenak jidat ... knp ngga? Tuhan mempersilahkan kita untuk berbuat seenak jidat kalau mau. Janganlah kita menambah-nambahkan apa yang dikatakan alkitab. Think about the parable of the PRODIGLE SON. Bapaknya kasih kan anak nya cabut dari rumah nya?

Kalau kita akhirnya seenak jidat, ya kosekuensinya adalah kita bakal MISS apa yang Tuhan ingin berikan pada kita dalam kehendaknya. Sama seperti si anak di prodigle son yang miss all the privileges, values, food, etc etc yang tersedia di rumah bapaknya.

Tuhan give us freedom - freedom to follow Him or not. Kalau kita mau follow Him, let it because that we WANT to, not because we are afraid to be punished/dihukum. Read Gal 5:18.

Obviously Tuhan ingin kita anak2 nya untuk hidup dalam rumahNya dan dalam kehendakNya - sperti yang elu kutip dari 1 Pet 2. BUT, it does not negate that God still allow us to not follow Him biarpun kita sudah diselamatkan. Tetapi, yang biasanya terjadi adalah, begitu kita merasakan kebaikan Allah dan merasakan kejahatan dunia, kita akan memilih untuk ikut Tuhan (dengan bantuan roh kudus). Bukankah ini yang dikatakan oleh Paulus di Gal 5:13ff?

5:13-14 Paulus bilang kalau kita sebaiknya mengunakan our freedom for good, dibanding buat dosa doank - yaitu untuk saling mengasihi. Pay attention here: there is no law except "to love". So gimana gue bisa tahu kalau gue measurementnya adalah obey/disobey kalau ngga ada law nya yang jelas? Ini menekankan lagi kalau kita sudah hidup dalam grace - bahwa konsep hukum menghukum oleh Tuhan sudah tidak valid lagi (under law) karena sudah digenapi oleh Kristus. Tapi yang ada adalah konsep mengasihi.

5:15 Kosekuensi nya apa kalau kita tidak mengasihi? Apakah Tuhan akan menghukum? Tidak, tapi the natural consequences of living for self (egotism) will take place - yaitu devouring each other and destroying each other.

5:16ff Urutan dari v. 16 ini sangat penting, bahwa kita hidup dalam iman dan roh kudus barulah kemudian kita akan menjauh dari dosa/kedagingan. Paulus juga menuliskan akibat2 dari kehidupan dalam flesh dan dikontraskan dengan kehidupan dalam roh kudus. So basically Paul bilang kalau ada 2 option, silahkan mau pilih mana. Of course dia akhirnya encourage kita untuk hidup dalam roh kudus (v. 25ff).

Johannes Setiabudi said...

Cong, soal Gal 6, gue ngga ngerti di mana elu bisa merasa konteks adalah non-believers.

6:1 jelas ditulis "brothers" - jadi strongly implies kalau konteksnya believers. Again, chapter ini dimulai dengan suatu humbauan untuk saling men-disiplin antara believers.

6:2 Ayat ini bisa diparallelkan dengan John 13:34

6:3,4,5 speaks about pride - result of living for self and not manipulative

6:6-9 speaks about rewarding/paying the teachers with goodness. v. 6 as context.

Di ayat 6, primary use-nya adalah financial giving - coba baca 2 Cor. 9:6; 1Cor. 9:11.

In other words, konteks dari passage ini adalah dalam bagaimana kita handle situati keuangan/financial kita. Apakah kita pakai uang kita untuk invest di hal2 yang membesarkan Tuhan atau hanya untuk memuaskan kedagingan? (v. 8)

"reaping eternal life" di ayat 8 refers to eternal life for others (NOT US - remember, Paul began v.1 with "brothers" - so we already have eternal life). Salah satu tujuan dari kita give financially adalah kita mau melihat adanya "harvest" atau perkembangan kerajaan Kristus. Di sini nya "eternal life" yang dimaksud.

Again, passage ini bukanlah tentang hukuman Tuhan atau divine retribution, tapi lebih sebab akibat dari kehidupan finansial yang korup dan egois dan juga sebaliknya soal finansial yang mendukung perkembangan pekerjaan Tuhan.

v. 7 - soal "mocked" - itu mengatakan kalau bukan artinya kalau kita ini Kristen artinya hukum sebab akibat dari finansial tidak apply ke kita - gara2 kita di "protect" oleh Tuhan, atau kalau gara2 kita Kristen sukses kita akan lebih. Poin nya adalah Tuhan tidak akan divinely interfene financially. Parallel passagenya ada di Gal 3:25.

So we can quickly concluded that v6-9 bukanlah soal hukuman Tuhan.

Di repeat lagi di v.9 dan 10, kalau knp kita mau do good (obey ama Tuhan), bukan gara2 takut atau bukan gara2 dapet blessing langsung (pay attention to "not give up" & "not give up" di ayat 9). Tapi good works adalah suatu proper response terhadap GRACE.

Gerry C Joeng said...

Hmm, buat komen pertama lu. Iya gua juga setuju kalau hukuman itu bisa dilihat sebagai grace Tuhan, upaya untuk ngembaliin kita. Makanya di blog awal gua, itu juga yg gua conclude di closing statement, kalo Tuhan mau balikkin kita, dan itu involves pain. Gua melihatnya, upaya disiplin itu sebagai bentuk teguran tuhan ato 'hukuman'


Nah, mungkin definisi hukuman itu yang bkin kita bingung selama ini. di NIV Heb 12:6 dibilang sendiri kn, God punishes everyone he accepts as a son. Tujuan awal gua adalah, kasih liat kalo disobedience itu bisa lead to God's discipline.

Gua selama ini ngeliatnya, yah knp gua harus 'sengaja' disobey buat terima God's discipline, klo gua bisa obey dia. Walopun gua tau klo pas gua disobey, dia yg bkal pursue gua, cari gua n balikin lagi. Itu sering terjadi, tapi gua punya this mindset klo sebelum itu terjadi, kita harus take effort dulu buat obey dia (krn bagaimanapun, kita bakal tetep jatuh)

Yang gua simpulin dari komen lu: kita ga usa takut sm Tuhan, jalanin aja dulu smuanya, setelah Tuhan mendisiplin kita, baru kita sadar dan akhirnya jalan yang bner. Gua pikirnya, klo kita uda tau ini salah, knp kita masih ngelakuin n tunggu smp grace Tuhan kasih tau kita lagi.

Duh, jadi muter2 gua,hehe. hmmm, inti omongan gua adalah, kita harus ada usaha untuk obey dia, terlepas dari itu, kalau kita mulai gagal ato ga semangat, biarin tangan tuhan yang angkat kita lagi.

Gerry C Joeng said...

Nah, gua harus ga setuju soal 'seenak jidat' itu. betul kita akan abuse grace terus, tapi sebagai orang yg uda grow dan belajar soal Firman, harusnya kita minimize itu dong? iya ga sh...

(seenak jidat sini maxudnya, kita uda percaya trus dengan sengaja disobey dia kan maxudny?)

hmmm, setlah si prodigal son kabur n balik lagi ke rumah bapanya, dia harusnya sadar akan kasih bapaknya trus bersyukur trus berusaha untuk obey n senengin bapaknya. bukannya dia merasa dia bisa kabur terus n dgn itu bkin bapaknya sedih terus. itu lho yang gua maxud, kita emang bisa n boleh seenak jidat, tapi sebagai orang Kristn yang uda ga makan bubur lagi, sebagai orang yg uda mengecap enaknya ikut Tuhan, apakah kita harus? Tuhan emg bkal ampunin kita lagi, tapi apakah itu yang Tuhan mau? Kalau kita love Tuhan, yah harusnya keliatan dari buahnya, salah satunya: taat, ato berusaha untuk taat.

gua cuma ngerasa klo harusnya level kita bukan di mslh freedom lagi. jelas kita punya freedom buat milih, tapi kita ud gunain freedom itu buat milih, marilah kita bner2 live up to our choice.

Seperti yang gua bilang juga, natural consequences emg bkal terjadi pas kita disobey. tapi bisa ga kita liatnya kaya gni: klo tuhan sendiri yang membiarkan natural consequences itu terjadi pada kita, untuk ingetin kita klo kita ud menyimpang? Kita sering denger ato bilang sendiri kn, Tuhan melepaskan kita dari kejadian itu sehingga kita selamat. Tapi bisa dnk kita juga bilang, Tuhan membiarkan/mengizinkan kejadian itu menimpa kita biar untuk ingetin kita. Dalam natural consequences pun, Tuhan tetep in control. Jadi, itu pun sarana yang Tuhan kasih - karena grace dia juga. Dengan grace dia berkatin kita, dgn grace juga dia tegor kita.

hmmm, gua berasanya berantakan yah komen gua. hehe. maap2, mungkin pusing bacanya.

Gerry C Joeng said...

hmmm, trus.

mungkin law yang gua maksud itu juga bukan law perjanjian lama dll gitu, tapi yah God's command, untuk apa? untuk love dia n love others. measurementnya apa buat love? di alkitab kn penuh dengan prinsip2 untuk saling mengasihi dll. Itulah perintah Tuhan.

kalau kita ga love orang, Tuhan mungkin ingetin kita dengan hubungan sama temen kita yang makin loose. mungkin kita selfish, ato segala macem n akhirnya kita ga punya temen. Itu, lagi2, gua lihat sebagai upaya Tuhan untuk kasih tau kita, ingetin kita. tuhan ngizinin itu terjadi buat kita refleksi.

Soal yang Gal 6, emang gua salah sh, gua cuma inget aja ada ayat yang ngomong Tuhan ga bisa dipermainkan. hehe. gua kmrn baca sekilas lagi n liat klo ada kata2 yang please his sinful nature, 'will reap destruction'. gua interpert destruction itu sebagai hell ato semacamnya. harusnya kita yg believer kn kalopun berdosa, tetep aja ga mgkn hilang keselamatan. maka dari itu gua lngsng imply itu buat non believer n believer. Iy iya, ga valid argumen yang itu.

Satu konsep lagi yang ckup deket sm topik ini adalah 'fear of the lord'. mungkin bisa diperjelas fear ke tuhan itu kaya apa. yang gua ngerti selama ini, sbg respon gua terhadap God's grace, gua takut akan Tuhan supaya dlm spiritual journey gua, gua ga terus2an abuse grace tapi disiplin dlm kerohanian dan taat terus karena gua tau grace Tuhan memberikan satu tujuan di depan. jadi gua harus terus lari dan gua bisa terus lari dan make an improvement karena ada rasa takut itu sama Tuhan - revere klo keselamatan yg gua terima itu cuma disitu2 aja.

Johannes Setiabudi said...

Acong, I think we are pretty much on the same page sekarang soal disiplin. I appreciate your insights and replies and also willingness to discuss openly.

Point yang jelas menjadi ketidak setujuan gue diawal adalah di mana elu tulis kalau keadilan Allah itu dimanifestasikan dalam bentuk reward & punishment kita sehari2. Menurut gue interpretasi ini meyimpang ke living by the law.

Yang lain nya di banding itu, gue rasa kita bisa come to a general agreement (soal koreksi/disiplin Allah, etc).

Soal abuse grace - mungkin perlu dibedakan sama yang Tuhan mau dan mana yang kita biasa lakukan. Yang Tuhan mau of course untuk kita untuk ikutin Dia. Tapi sering kali kita juga ngga. Nah apakah kita bisa "abuse grace" - bisa aja, dan Tuhan memberikan kesempatan itu. Apakah Tuhan maunya begitu? Ngga. Kelihatannya soal ini kita lumayan setuju.

Yang perlu diperjelas adalah apakah kita HARUS? Kalau menurut gue tidaklah HARUS, tapi MAU. "harus" implies paksaan, kalau "mau" implies voluntary willingness. Gue rasa juga kayaknya elu akan setuju sama point yang ini.

Soal Tuhan membiarkan natural consequences, gue tidak setuju. Karena ngga ada bedanya antara orang Kristen sama ngga dalam hal ini. Orang ateis kalau kebanyakan ngutang juga bakalan bangkrut, sama seperti orang kristen. Jadi intervensi Tuhan tidak ada di sini. Jadi kebangkrutan itu bukanlah tegoran Tuhan secara divine - tapi cuma natural consequences dari bad finance.

Soal perintah2 di NT, itu perspective nya beda sama OT law. Jadi harus nya kita melihat perintah2 di NT sebagai gambaran of how can we become if we become Christ like. Bukan sebagai suatu "command" yang harus di-obey. Inget, hampir setiap perintah di NT selalu ditemenin sama "indicative" - yaitu statement truth about our new identity in Christ.

Anyway - sepertinya kita perlu lanjutkan diskusi kita dengan temu muka, huahahahaha.